Kamis, 26 Desember 2019

Kisah Toleransi Desa Kasimpar Dan Sejarah Kristen Jawa Di Pekalongan


Kabupaten Pekalongan - Cikal bakal berkembangnya kekristenan jawa di Pekalongan dan sekitarnya, menurut catatan sejarah adalah ajaran kristen jawa dari Gereja Kerasulan yang dibawa oleh Kyai Sadrach.

Kyai Sadrach seorang pribumi, yang bernama asli Radin asal Desa Karangjasa di pesisir utara jawa. Kyai Sadrach adalah nama baptis sekaligus nama penghormatan yang diberikan oleh Frederik Loedewijk Anthing, seorang Belanda yang merupakan pengabar injil pertama di jawa, terutama di Jawa Barat.

"Penginjil pertama yang membawa ajaran kristen jawa ke Pekalongan adalah pengikut awal atau keturunan langsung dari murid Kyai Sadrach yang menyingkir ke Petungkriyono Tahun 1875 dan mendirikan Gereja Kasimpar," ungkap Wahidi, Pendeta Gereja Kristen Jawa (GKJ) Kasimpar, Rabu (25/12/19).

Kepada pekalongannews.com Pendeta Wahidi menjelaskan, GKJ Kasimpar awalnya merupakan Gereja Kerasulan yang berpusat di Jawa Barat, namun seiring waktu dan perkembangannya, Gereja Kerasulan di Kasimpar berubah menjadi GKJ setelah kedatangan Zending Belanda dari Zending Salatiga.
"Bergabungnya Zending Salatiga dengan Gereja Kerasulan di Kasimpar 1965, menjadi cikal bakal GKJ yang ada di Pekalongan dan secara otomatis membuat GKJ Kasimpar otonom atau tidak menginduk ke gereja lain," bebernya.

Meski demikian, status otonom yang disandang oleh GKJ Kasimpar, lanjut Pendeta Wahidi, belumlah cukup untuk memiliki seorang Pendeta definitif yang melayani umat.
Baru di Tahun 1993, kata Pendeta Wahidi, GKJ Kasimpar memiiki Pendeta definitif sendiri, yakni dirinya yang merupakan Pendeta GKJ Kasimpar pertama.

"Saya ditasbihkan menjadi Pendeta definitif pertama Tahun 1993 yang bertugas hingga sekarang," ujarnya.
Pendeta Wahidi, menerangkan,  berkembangnya ajaran kristen Kyai Sadrach di Petungkriyono mengalami proses yang sangat panjang termasuk proses kehidupan bermasyarakat di tengah saudara muslim yang masih satu desa.

"Selama ini kerukunan beragama sangat terjaga karena ditopang oleh sikap toleransi yang sangat kuat dari kami sendiri maupun saudara kami yang muslim," jelasnya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Kepala Desa Kasimpar, Purwo Subechi yang menyebut, cerita toleransi dan kerukunan umat beragama di Kasimpar tidak perlu diragukan lagi.
"Dari urusan desa, hingga urusan keagamaan seperti peringatan hari besar agama, kami selalu bergotong-royong dan bekerjasama. "
"Bahkan untuk hal yang berhubungan dengan kepemudaan pun, kami memiliki kebersamaan," terangnya.

Purwo mencontohkan, pihak gereja memberi kesempatan pemuda desa untuk bermain musik bagi yang menggemarinya. Bahkan, pemuda gereja banyak menularkan ilmu terkait penguasaan alat musik bagi siapa saja yang berminat.

"Gereja, memiliki peralatan musik yang cukup lengkap dan mereka pula juga yang turut melatih pemuda desa bermain musik atau istilahnya ngeband," katanya.
Purwo memaparkan, total warga Desa Kasimpar berjumlah 234 kepala keluarga (KK) dengan rincian, muslim ada 194 KK dan umat kristiani ada 40 KK di mana jumlah penduduk yang beragama nasrani sebanyak 270 orang.
"Kami hidup berdampingan sejak puluhan tahun lalu atau sejak keberadaan jemaat Kyai Sadrach ada di Kasimpar," tuturnya.(udin)